Thursday, November 20, 2014

5 Reasons Why Programmer is an Artist

Yesterday I just read a very interesting article about The Programmer's Price. It's mainly about how an entertainment agency has shifted from recruiting artists into recruiting programmers as their talents. Although artists and programmers seems unrelated at all, this agency maintains its talent management business model. That is, acting as a programmer's manager, and handle all the business contracts and legal paperworks on behalf of the programmer. So the programmer who usually doesn't understand or like much about business can just focus on their profession as a programmer.

And I, am absolutely agree with the reading and dare to say that a programmer is an artist after all. Or, at least, can be compared to an artist. After my own experience working in this industry, I could tell you 5 reasons why programmer is an artist. Be it a songwriter, scriptwriter, painter, or a sculpture.

1. Programmers are given a blank screen and a set of tools.

What does a painter start drawing with? Yes, a blank canvas. Then, using a pencil, brush, oil paint, water color, or other tools, the painter's creativity has turned that blank canvas into a masterpiece of art.

A programmer starts making an application from a blank file. Then, using an IDE, framework, and libraries they turned nothing into Facebook you use everyday. Therefore, each piece of a program is an art.

See the definition of "art" by Meriam-Webster's dictionary:

art noun \ˈärt\ something that is created with imagination and skill and that is beautiful or that expresses important ideas or feelings

Programs are made from ideas. How can an ATM hand you over money with a touch of a button? "I have no idea." Then some programmers have expressed their idea on the ATM itself.

How about feelings? Hey, programmers have feelings too. See lots of feelings which were expressed by programmers on their codes at Stack Overflow.

2. Imagination is the key to create a masterpiece.

The hardest thing to do is when you are asked to make something from nothing. Yes, the process of creation requires big imagination and is very tiring. It's no wonder if you see songwriter, novelist, painter, and programmer as well, being stuck at their desk zoning out for hours. Sometimes it becomes a problem when programmers work in an office and being supervised with somebody who is not IT savvy.

My own experience, I could take 5 hours thinking on how to solve a problem and spend 5 minutes for the actual coding. Why can't I cut the 5 hours and just start coding straightaway? Try it by yourself. How can you code when you don't know what to code? So, knowing what to code is crucial. And imagination is your friend.

3. Programmers are often forced to work with limited tools.

Back in late 1980s, programmers, especially game programmers, were forced to create great games on 16-bit Sega Genesis with just 4MB ROM size. Yet, even with the limitations they could make stunning games for that time. In drawing, some artists could create 3D graphics with just a paper and a pencil. Just google "3D pencil drawings" for some cool drawings. Again, imagination is your friend.

4. Work of arts are often undervalued (or overvalued).

The real value of a great piece of art usually can only be seen by people from the same profession. Meanwhile ordinary people may not be able to differentiate the value of a great work and an so-so one.

Did you know Affandi? He's a maestro in visual arts. Here's one of his creation, titled "Flowers"

"Flowers" by Affandi


Oh wait, I can draw flowers too! It's a piece o' cake.

"Flowers" by me :)


See, both are the same "Flowers" drawing. So, let's say if the first drawing were sold, why would I spend hundreds or thousands of bucks for a drawing? By the time I write this, somebody might have been angry "How dare you compare a masterpiece with that doodle!?" :) Yes, that's right, my "Flowers" doodle doesn't even worth $1. So it is very wrong to compare those two drawings above.

But this commonly happens in IT fields. Two programs with similar "features" are compared each other. Just because two e-commerce programs can handle paypal payments, stock handling, and user groups, doesn't mean both worth the same value. How about code readability, maintainability, code documentation, performance, and stuffs not seen from user's perspective.

And this is what happens, at least in Indonesia. If I could ask high schooler to draw flowers for me for $1, then Affandi should be able to sell me his flowers drawing for $1 too! Or other way around. If his flowers drawing worth $2000, then I would sell my flowers doodle for $2000 too. Sounds ridiculous, doesn't it?

Back in 2007, there was a valentine event at my high school. There I got news that to hire a national singer or a band to perform 5-6 songs for an hour costs more than $5000. Some others are higher, and some others are lower than that.

On the other hand, from the article I mentioned on the beginning of this writing, a rock star developer (as what they called for an expert) costs hundreds of dollars per hour while programmers commonly found at freelancing websites costs only around $20.

5. The key for mastery is daily practice.

Ask any great artist you know what is the secret of their expertise, whether they do regular practice or not. The most possible answer is yes. Without regular practice, they wouldn't be able to achieve what they are now. There is no instant way to master an instrument, acting, story writing, etc.

The same goes to programming. Moreover, IT trends are always evolving. Web 2.0 was a trending technology a few years ago. But now, mobile apps are the star. Without daily practice and updates in the relevant field, don't expect a programmer to come up with exceptional programs.


Istilah yang Sudah Jarang Terdengar di 2014-an

Generasi terus berganti, begitu pula dengan tren dalam ungkapan-ungkapan percakapan. Tentu sudah tidak asing lagi mendengar atau membaca kata galau baik di sosial media maupun percakapan sehari-hari. Tapi adakah yang masih menggunakan kata gundah untuk mengungkapkan makna yang serupa?

Catatan ini berisi istilah-istilah yang umum pada akhir 1990-an dan awal 2000-an namun sudah jarang terdengar di tahun 2014, berdasarkan pengamatan pribadi. Dan, mungkin hanya terbatas di wilayah Bandung--Jakarta, karena Indonesia terdiri dari beragam bahasa daerah yang bisa mempengaruhi tren dalam berbahasa.

kasa (sekarang: kasir)
Kasa adalah tempat pembayaran atau tempat menyimpan hasil penjualan. Sedangkan kasir adalah orang yang bertugas mengurusi pemasukan / pengeluaran uang.

Contoh:
Silakan membayar di kasa 5.

karcis (sekarang: tiket)
Kata karcis merupakan serapan dari bahasa Belanda kaartje. Berhubung saat ini kita lebih banyak berinteraksi dengan bahasa Inggris, maka istilah karcis pun tergantikan oleh istilah tiket yang merupakan serapan dari bahasa Inggris ticket.

Contoh:
Penjualan karcis konser akan dibuka esok hari.

afdruk (sekarang: cetak, print)
Berasal dari bahasa Belanda, kata afdruk biasa digunakan dalam bidang fotografi yang berarti mencetak foto. Istilah umum yang lebih baru adalah cuci foto. Meski demikian, keduanya kini sudah jarang terdengar karena kamera film sudah tergantikan dengan kamera digital.

Contoh:
Hari ini Ayah akan ke Fuji untuk afdruk foto-foto kita waktu ke Dufan.

bete / BT (sekarang: males banget, lagi gak mood)
Kata BT merupakan sebuah singkatan yang memiliki beberapa kepanjangan: bored totally atau bosan total, bad tempered, bad trip atau batal tripping. Secara umum digunakan untuk menyebutkan orang yang sedang cemberut, suram, tersinggung, atau tersadar dari mabuk. Yang terakhir mungkin jarang digunakan oleh ABG karena memang tidak boleh mabuk-mabukan.

Contoh:
Duh BT nih di rumah mulu! Mau jalan-jalan tapi hujan.
Udah jangan digganggu. Lagi BT dia gara-gara diisengin temannya.

EGP (sekarang: terus gue harus bilang waw gitu?)
EGP ini merupakan singkatan dari emang gue pikirin. Biasanya digunakan ketika lawan bicara menyatakan sesuatu namun orang yang diajak berbicara tidak tertarik atau enggan untuk menanggapi.

Contoh:
"Bung film Panji Manusia Milenium sudah mulai tuh!"
"EGP lah yaw!"

masa... bodo (sekarang: so what gitu loh)
Ungkapan ini juga sama seperti EGP, hanya saja orang yang diajak berbicara tidak benar-benar enggan menanggapi, namun lebih karena ingin mengisengi lawan bicara. Orang yang mengungkapkan ini biasanya memberi jeda antara kata masa dan bodo di mana lawan bicara akan terpancing untuk meneruskan sampai mendengar lanjutan kata bodo dan menyadari bahwa orang yang diajak berbicara tidak benar-benar tertarik.

Contoh:
"Kak kemarin aku berhasil tamatin Crash Bandicot."
"Masa.."
"Iya, sampai hampir tengah malam.."
"Bodo."

kecengan (sekarang: gebetan)
Kata dasar dari kecengan adalah keceng, yang berarti membidik. Di lingkungan berbahasa Sunda istilah ini masih umum digunakan bukan hanya untuk menyebutkan gebetan tetapi secara literal menyebutkan apapun yang sedang di bidik, misalnya membidik burung dengan bedil.

Contoh:
Kamu kuliah udah ada kecengan belum?

ngeceng (sekarang: naksir)
Jika kecengan adalah objek yang dibidik, ngeceng adalah kegiatan membidik. Dalam pergaulan sehari-hari, ngeceng ini bermakna menaksir lawan jenis.

Contoh:
"Cie, ngelirik-lirik melulu ke sana. Ngeceng si do'i ya?"

rekening (sekarang: tagihan)
Istilah rekening ini tentu tidak asing lagi di telinga kita. Rekening ini berasal dari bahasa Belanda dan memiliki beberapa arti. Salah satu arti kata rekening adalah tagihan. Dan kata rekening untuk menyatakan tagihan nampaknya sudah jarang lagi digunakan.

Contoh:
"Tunggu sebentar ya dek, Ibu mau bayar rekening listrik dulu."

brekele
Pelesetan dari kata brokoli. Kata brekele dipakai untuk menyebutkan rambut afro, atau apapun yang nampak keriting. Jika ingin tahu seperti apa rasanya punya rambut brekele, silakan cari Edi Brokoli.

Contoh:
Tulisan brekele gitu, lebih brekele daripada rambut lo!

jayus (sekarang: krik)
Dipakai untuk menyebutkan orang yang melucu tapi tidak lucu. Terkadang masih digunakan hingga saat ini.

Contoh:
"Bebek apa yang jalannya selalu muter ke kiri terus?"
"Hmm apa ya?"
"Bebek dikunci stang."
"Jayus banget sih!"

Saturday, November 8, 2014

Mengumpulkan Potongan Blog

Setelah 6 tahun sejak aku pertama kali menggunakan social media (dan nge-blog!) rupanya sudah cukup banyak online provider yang aku pakai. Penyedia-penyedia layanan datang dan pergi silih berganti. Dan kini aku baru saja selesai mengumpulkan serpihan-serpihan tulisan yang berserakan di jagat internet. Akhirnya aku memutuskan untuk memindahkan semuanya ke Blogspot, layanan blog yang masih eksis sampai sekarang.

Friendster

Friendster ini layanan yang pertama aku pakai saat awal-awal mengenal jejaring sosial di Internet sekitar tahun 2006-an. Masih belum mengenal blog. Posting di Friendster hanya sebatas berkirim testimonial saja (seperti guest book). Interaksi sosial di dunia maya masih lebih banyak menggunakan group SMS, dan instant messenger yang cukup populer di masa itu, Yahoo! dan MSN Messenger. Di tahun 2008-an Friendster menyediakan layanan semacam blog, yaitu bulletin board, yang mana di lingkungan aku penggunaannya hanya sebatas berkirim surat kaleng.

Multiply

Multiply merupakan salah satu jejaring sosial favorit aku, karena halaman profil di Multiply bisa di-customize sesuka hati dengan CSS dan HTML. Selain itu, kontennya lebih bervariasi dan tersusun rapi. Ada halaman profil, galeri foto, blog, dan sebagainya. Setiap postingan juga bisa dikomentari. Multiply ini bisa dibilang sebagai sarana blogging aku pertama kali.

Facebook

Pada tahun 2008 Multiply sempat diblokir di seluruh Indonesia karena sebuah kasus video kontroversial di YouTube. Kala itu aku mencoba Facebook yang memiliki fitur seperti Multiply, yakni bisa memposting beragam konten. Hanya saja, Facebook tidak bisa di-customize dengan CSS. Saat itu kustomisasi halaman profil dengan CSS (dan gambar-gambar GIF dan widget HTML) sangat tren sehingga Facebook tidak banyak penggunanya, setidaknya tidak banyak pengguna yang aku kenal. Karena tidak banyak teman yang menggunakan Facebook, maka aktivitas jejaring sosial aku masih lebih banyak di Friendster.

Blogspot

Tapi blogging di Facebook tidak senyaman Multiply. Maka aku mencoba-coba layanan blogging yang ada, termasuk Blogspot dan Wordpress. Tapi Blogspot lebih mudah dipakai. Lantas beralihlah aku ke Blogspot dan blogging (walaupun tidak sering) di Blogspot selama 2 tahun.

Wordpress

Setelah lebih mahir dengan dunia per-blog-an, aku mencoba kembali Wordpress, dan merasakan bahwa Wordpress jauh lebih komplit fiturnya. Hanya saja karena aku menggunakan Wordpress.com, blog aku tidak bisa di-customize menggunakan tema sendiri, serta beberapa keterbatasan lainnya. Sejauh ini aku sudah cukup banyak mengutak-atik web menggunakan JavaScript, dan rupanya Wordpress.com tidak membolehkan JavaScript. Aku menggunakan Wordpress tidak cukup lama, sebelum kembali ke Blogspot karena masalah keterbatasan tadi.

Sekarang

Dan sekarang, aku masih menggunakan Blogspot, namun dengan custom domain. Berhubung nasib Multiply dan Friendster yang sudah tidak ada lagi, dan seluruh kontennya pun hilang, aku pun mempertimbangkan untuk menginstall Wordpress di server sendiri. Tapi berhubung Blogspot ini merupakan layanan milik Google yang sudah beroperasi sejak lama, rasanya tidak apalah jika aku tetap memakai Blogspot sebagai sarana blogging untuk beberapa tahun ke depan. :)